PENDAHULUAN
Perkembangan dunia yang semakin komplek
saat ini, kerjasama yang baik dibidang ekonomi, politik, sosial-budaya, maupun
pendidikan yang terjadi antarnegara masih sangat diperlukan. Hal ini didorong
terutama karena satu negara dengan negara lain saling membutuhkan satu sama
lain terutama kerjasama dibidang ekonomi dan politik. Sulit untuk membayangkan
dunia tanpa politik dan ekonomi karena kedua aspek tersebut saling
bersinggungan satu sama lain dan sering menjadi pokok bahasan penting dalam
studi hubungan internasional. Salah satu perkembangan dunia ekonomi politik
internasional paska Perang Dunia II adalah kemunculan perusahaan multinasional
(MNC). Perusahaan multinasional (MNC) adalah sebuah perusahaan internasional
atau transnasional yang berkantor pusat di satu negara tetapi memiliki kantor
cabang di baik di negara maju maupun negara berkembang. MNC merupakan aktor
baru (non-state) dalam konstelasi internasional yang perkembangannya menarik
para scholars dalam hubungan internasional untuk menelitinya[1]
PEMBAHASAN
A. REFORMASI
PEREKONOMIAN CHINA
Sejak kematian Mao Zhe Dong pada tahun 1976. Kepemimpinan China kemudian
dipegang Deng Xiaoping. Pada masa kepemimpinannya, Deng Xiaoping melakukan
kebijakan reformasi melalui sistem tanggung jawab (Zerenzhi) atau
“household-responsibility system”. Dalam sistem ini setiap pekerja petani tidak
lagi bekerja bersama dalam sebuah komune, melainkan melakukan perjanjian dengan
pemerintah administratif setempat untuk mengerjakan sebidang tanah tanah dan
mendapatkan keuntungan langsung. Perlahan, tapi pasti, perekonomian Cina
mengalami peningkatan. Tahun 1982 saja, Pendapatan petani di Cina mengalami
kenaikan sebesar 6,6 persen setahun.
Kebijakan reformasi Deng tersebut membuat perekonomian Cina akhirnya
berkembang pesat dari tahun ke tahun. Pada tahun 1978-1995, GDP Cina tumbuh 8
persen. Begitu pula dengan tahun berikutnya yang berkembang begitu pesat.
Kemudian, pada tahun 2001 Cina masuk sebagai anggota WTO. Sejak Cina menjadi
anggota WTO perekonomian Cina semakin tumbuh dan berkembang pesat. Selain itu,
pada periode 1978-2008 saja, ekonomi Cina tumbuh mencapai 9,5 % yang membawa
Cina menduduki posisi nomor dua negara dengan ekonomi terkuat di dunia setelah
Amerika Serikat. Bahkan, sejak tahun 2010 kemarin cadangan devisa Cina
menempati posisi nomor satu terbesar di dunia mengalahkan Amerika Serikat.
Kemajuan perekonomian Cina saat ini tidak lepas dari reformasi ekonomi yang
dilakukan pada masa Deng Xiaoping tersebut. Deng membawa Cina ke dalam
reformasi ekonomi yang lebih berorientasi pada pasar (kapitalis) dengan tetap
mempertahankan sistem pemerintahan komunisnya. Saat ini, Cina muncul sebagai
negara super power baru yang dapat menandingi hegemoni Amerika Serikat.
B. Perusahaan-perusahaan MNC di Cina
1.
Industri
Otomotif di Cina
Sejak akhir tahun 2008,
Cina telah menjadi pasar otomotif terbesar di dunia Industri mobil di Cina
mengalami perkembangan yang sangat pesat sejak tahun 1990-an. Pada tahun 2009,
China memproduksi 13,79 juta kendaraan, dimana 8 juta di antaranya adalah
kendaraan penumpang (sedan, SUV, MPV dan Crossover), dan 3,41 juta unit di antaranya
adalah kendaraan komersial (bus, truk, dan traktor). Diantara
semua mobil yang diproduksi itu, 44.3%-nya adalah merek lokal (BYD, Lifan, Chang'an (Chana), Geely,Chery, Hafei, Jianghuai (JAC), Great Wall, dan Roewe), dan sisanya adalah mobil-mobil
yang diproduksi secara joint ventura dengan pabrikan asing seperti Volkswagen, Mitsubishi, GeneralMotors, Hyundai, Nissan, Honda, Toyota. Kebanyakan
mobil yang diproduksi di Cina terjual di Cina sendiri, dengan hanya 369.600
unit mobil saja yang diekspor tahun 2009. Jumlah produksi mobil di China
mencapai angka satu juta unit pertama kali tahun 1992. Pada tahun 2000, China
sudah memproduksi lebih dari 2 juta unit kendaraan.
Setelah China
masuk menjadi anggota World Trade Organization (WTO) pada tahun 2001,
perkembangan industri otomotif disana semakin meningkat dengan cepat. Antara
tahun 2002 dan 2007, angka penjualan kendaraan di China tumbuh rata-rata 21
persen per tahun, atau bertambah sekitar satu juta unit kendaraan per tahunnya.
Pada tahun 2006, angka kapasitas produksi kendaraan mencapai tujuh juta unit,
dan pada tahun 2007, China bisa memproduksi lebih dari 8 juta mobil. Pada
tahun 2009, 13,759 juta unit kendaraan bermotor diproduksi di China, dan melewati Amerika
Serikat sebagai pasar kendaraan terbesar di dunia. Pada tahun 2010, angka
penjualan mobil di China menembus 18 juta unit, dengan 13,76 juta di antaranya
sudah diantarkan ke konsumen.
Jumlah
mobil, bus, van, dan truk yang terdaftar di China mencapai angka 62 juta unit
pada tahun 2009, dan mungkin akan meningkat menjadi 200 juta unit pada tahun
2020. Konsultan McKinsey & Company memberikan estimasi bahwa pasar mobil di China akan
meningkat sepuluh kali lipat antara tahun 2005 dan 2030. Grup industri otomotif nasional China adalah Asosiasi
Produsen Mobil China (China
Association of Automobile Manufacturers). Ketika membatasi impor,
Cina juga mencoba meningkatkan produksi lokalnya dengan membuat perusahaan
joint ventura. Tahun 1983, American Motors Corporation (AMC,
nantinya diakuisisi oleh Chrysler Corporation) menandatangani kontrak 20 tahun untuk memproduksi
kendaraan Jeep mereka
di Beijing.
2.
Industri
Handphone di Cina
Data yang didapatkan NewsPonsel menguatkan
pernyataan dari Dominikus. Sebut saja Nokia 8800 yang diproduksi oleh Lamax
Group Co. Ltd yang terletak di Guandong, China. Ponsel Nokia N73&93 juga
diproduksi di provinsi Guandong, tepatnya di kota Shenzhen. Begitu juga dengan
Nokia N70, 6680 dan 6630 dibuat oleh Potasen (HK) Technology Limited. Ponsel
yang diproduksi di China ini juga di ekspor ke Amerika, Inggris, Jerman,
Perancis, Italia, Yordania, Australia, Kanada dan Swedia.
Shenzhen Daily menyatakan bahwa jumlah ponsel yang di produksi secara global mencapai 780 juta ponsel. Nah, produksi ponsel di China dengan berbagai merek mencapai 300 juta ponsel. Ini artinya hampir setengah produksi ponsel dunia dilakukan di China.
Shenzhen Daily menyatakan bahwa jumlah ponsel yang di produksi secara global mencapai 780 juta ponsel. Nah, produksi ponsel di China dengan berbagai merek mencapai 300 juta ponsel. Ini artinya hampir setengah produksi ponsel dunia dilakukan di China.
Di China sendiri terdapat 17 perusahaan, sudah ada
54 perusahaan dari Negara asing mendapat lisensi untuk memproduksi ponsel dan
membuat pabrik di Shenzhen. Tiga vendor terkemuka di dunia; Nokia, Motorola dan
Samsung telah melakukan assembling produk mereka di Shenzen.
C.
Kebijakan
Ekonomi Luar Negeri Cina
Munculnya China sebagai
kekuatan ekonomi baru didunia tidak lepas dari peran Deng Xiaoping yang
dituangkan dalam kebijakan politik dan ekonominya. China sendiri memiliki
kebijakan ekonomi yang berbeda dengan Negara lain. Kebijakan ekonomi China menitik
beratkan pada promosi dan dukungan yang besar terhadap investasi asing, namun
begitu pemerintah tetap memegang kendali atas sektor moneter dan fiskal dengan
sistem politik tetap otoriter. Keputusan kongres nasional partai komunis Cina
ke 14 pada bulan September 1992 silam, menetapkan mulai dianutnya sistem
ekonomi pasar sosialis dengan melakukan reformasi disektor keuangan, investasi,
dan perdagangan.
Profesor
Zainuddin Djafar dalam bukunya yang berjudul “Indonesia, ASEAN dan dinamika
Asia Timur” memaparkan bahwa ada Sembilan kebijakan besar atau yang disebut
sebagai The Main Grand Economics Design yang ditekankan oleh Deng Xiaoping.
Yaitu:
1. Pengurangan anggaran
militer,
2. Subordinasi
geopolitik terhadap pertumbuhan ekonomi,
3. Ketergantungan
strategis pada Amerika Serikat,
4. Subordinasi ideologi
pragmatisme ekonomi,
5. Besar subordinasi
politik ke ekonomi,
6. Penerimaan perusahaan
asing
7. Ekonomi yang semakin
berorientasi pasar,
8. Dorongan persaingan
ekonomi domestik,
9. Gambaran ekonomi dan
sosial yang berwawasan luar.
D.
Pengaruh
Kebijakan Ekonomi China Terhadap Industri di China
Dalam
sebuah jurnal berjudul China’s Foreign Economic Relations, Guocang Huan (2009)
menemukan ada empat faktor yang mempengaruhi hubungan ekonomi luar negeri China
sejak Juni 1989, yakni:
Pertama,
kekacauan politik dan ketidakstabilannya memiliki dampak yang sangat kuat
terhadap kebijakan ekonomi yang diambil.
Kedua
adalah kebijakan ekonomi luar negeri Cina yang terdesak oleh kebijakan luar
negeri Barat, politik pintu terbuka, mempengaruhi proses transformasi kebijakan
ekonomi luar negeri Beijing.
Ketiga,
penundaan pelaksanaan beberapa program ekonomi oleh pemerintah Cina di
pertengahan tahun 1988. Beberapa program yang tertunda antara lain reformasi
harga, deregulasi kepemilikan saham dan reformasi keuangan.
Keempat
adalah pengaruh ekonomi Cina terhadap ekonomi Negara-negara yang bekerja sama
dengan Cina.
Perekonomian
Cina yang maju telah mempengaruhi perekonomian negara lain seperti Amerika
Serikat. Hal ini menimbulkan interdependensi di antara kedua negara.
Interdependensi dalam kerjasama sektor finansial dan ekonomi menjadikan Cina
sebagai kutub baru yang dijadikan negara-negara berkembang sebagai tumpuan
harapan. Cina dalam hal ini memiliki posisi yang unik. Di satu sisi, Cina
digolongkan sebagai negara berkembang, sehingga segala upaya pendekatan Cina ke
negara-negara berkembang relatif lebih mudah. Hal ini dikarenakan Cina dapat
memainkan perannya atas nama solidaritas negara-negara berkembang. Dengan ini
Cina dapat memperluas pengaruh dan perannya terhadap kerjasama-kerjasama yang
melibatkan negara-negara berkembang. Di lain sisi, kapabilitas dan kemampuan
ekonomi Cina mampu menyaingi kekuatan dan dominasi negara-negara maju, sehingga
dalam konteks ini, Cina dapat dimasukkan ke dalam lingkaran pengaruh
negara-negara maju. Hal ini dapat mendatangkan keuntungan, dimana Negara-negara
maju juga memerlukan peran Cina dalam kerjasama-kerjasama mereka.
Zhi
Wang (2003) dalam jurnalnya yang berjudul The
Impact of China’s WTO Accession on
Patterns of World Trade menerangkan bahwa masuknya Cina ke WTO akan
mempunyai dampak yang besar terhadap ekspor intensif tenaga kerja di dunia dan
pasar impor komoditas utama pertanian. Cina akan meningkatkan impor pertanian
intensif lahan secara signifikan, sahamnya dalam total impor dunia pun akan
meningkat dua kali lipat. Di samping itu, kerjasama dengan WTO juga mempercepat
dan melancarkan penyesuaian struktur ekonomi, pertanian dan industri dengan
perdagangan internasional. Maka sesuai dengan komitmennya saat masuk WTO pada
11 Desember 2001, Cina melanjutkan liberalisasi perdagangannya secara bertahap
dengan mengurangi tarif impor serta melonggarkan persyaratan lisensi dan
tingkat kuota impor, dimana ketiganya akan dihapuskan sepenuhnya dalam waktu
lima tahun setelah Cina masuk WTO. Dalam
jurnal ini[2]
dikatakan bahwa meskipun Cina masuk ke dalam WTO, namun kebijakan perdagangan
yang diambil tidak sepenuhnya mempertimbangkan aspek-aspek yang berkaitan
dengan WTO seperti pengurangan hambatan investasi, perlindungan hak-hak
intelektual, menjaga keseimbangan pasar, dan masih ada beberapa lainnya. Dengan
demikian, kendatipun Cina telah menjadi anggota WTO, akan tetapi masih banyak
masalah yang harus diselesaikan terutama yang menyangkut perdagangan. Dengan
keanggotaannya di WTO Cina berhak menentukan untuk melakukan reformasi sesuai
dengan peranannya dalam masyarakat internasional, mulai dari perbaikan
jangkauan pasar (penurunan biaya masuk atas produk manufaktur dari luar,
distribusi dan sebagainya) serta penerapan hak intelektual demi peningkatan
daya saing Cina. Hal itu juga memberikan kesempatan bagi Cina dan negara-negara
di Asia Pasifik serta Amerika Serikat agar ikut berperan aktif dalam kegiatan perdagangan
internasional yang memberikan kontribusi bersama.
Cina
memfokuskan kebijakan perekonomiannya dengan membuka kebijakan industrialisasi
bagi investasi asing, meningkatkan hubungan dagang dengan Amerika Serikat
melalui peningkatan ekspor, perluasan pasar serta peran swasta yang semakin
luas, menjadikan peluang hubungan kerjasama antara Amerika Serikat dengan Cina
lebih harmonis dibandingkan pada masa Perang Dingin. Kebijakan industrialisasi
pada masa pemerintahan Hu Jintau juga berdampak pada peningkatan ekspor Cina ke
Amerika Serikat ditandai dengan aliran investasi asing (PMA), kuatnya teknologi
dalam negeri Cina dengan menggunakan transfer teknologi, dan pertumbuhan
ekonomi Cina begitu pesat memberi peluang pada masyarakat swasta untuk
berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi tanpa campur tangan dari pemerintah,
serta permintaan konsumen dalam negeri Amerika Serikat guna pemenuhan
kebutuhannya lebih murah mengimpor komoditas dari Cina.
E. Dampak positif MNC terhadap perekonomian Cina
Balaam dan
Vesseth mengemukakan sedikitnya tiga alasan positif dari keberadaan MNC. Adanya MNC di suatu negara akan membuka lapangan
pekerjaan baru dan mengurangi angka pengangguran. Transfer teknologi dan sistem
manajemen baru akan diperkenalkan kepada negara tujuan. Hasilnya, adanya
peningkatan skill dari tenaga kerja. Dalam konteks MNC di Cina keberadaan MNC
jelas memberikan dampak pada tersediannya lapangan kerja baru terutama bagi
rakyat Cina sehingga secara otomatis juga mengurasi angka pengangguran di Cina.
Selian itu transfer teknologi dan sistem manajemen baru yang diberikan akan berdampak
pada peningkatan skill dari tenaga kerja itu sendiri.
2. Keberadaan MNC
membangkitkan gairah industri lokal, terutama mereka yang memasok industri
mentah ke MNC tersebut. Dalam hal ini jelas terhilat dengan adanya desa-desa
indutri yang memang digalakkan oleh pemerintah Cina untuk mendukung gairah
pertumbuhan ekonomi Cina melalui kerjasamanya dengan MNC. Itulah sebabnya
mengapa Cina mengeluarkan kebijakan kandungan lokal atas suatu produk yang
harus mencapai ukuran tertentu sehingga dapat menjaga hubungan ekonomi proses
produksi ekonomi. Dengan kebijakan ini, industri lokal akan mampu menghidupi
pekerjanya yang akan bermuara pada pertumbuhan ekonomi domestic Cina sekaligus
memperbesar networking bisnis mereka melalui kerjasama yang dilakukannya
dengan MNC tersebut.
3. MNC di sebuah
negara dianggap mampu menambah penghasilan negara dengan adanya pajak insentif
yang harus dibayar oleh MNC tersebut. Keberadaan MNC di Cina yang semakin
bertambah tiap tahunnya melalui FDI membuat penghasilan Cina meningkat pada
tiap tahunnya. Pendapatan Cina yang semakin meningkat ini membuat Cina sebagai
negara dengan cadangan devisa terbesar di dunia.
Demikian dampak positif dari keberadaan MNC di Cina, dalam tiga klafisikasi
dampak positif tersebut terdapat hubungan interdepensi antara MNC dan
pemerintah Cina. Sehingga jalinan integrasi yang terbentuk melalui mekanisme
perdagangan bebas dan investasi asing antara Cina dengan MNC tersebut
melahirkan suatu hubungan interdepemdensi. Hubungan interdepensi ini berakibat
pada semakin kooperatif dan semakin damainya tatanan hubungan internasional
terutama dalam hubungan Cina dengan MNC. Sebab baik Cina maupun MNC mendapat
keuntungan yang mutual gains serta win-win solutions bagi
permasalahan ekonomi keduanya. MNC mendapatkan profitnya secara maksimal
sedangkan pemerintah Cina telah menikmati pertumbuhan ekonominya yang berakibat
pada meningkatnya kesejahteraan hidup rakyat Cina.
PENUTUP
Cina
tidak terlepas dari kebijakan moneter yang dikeluarkan oleh pemerintahnya,
yaitu aliran modal yang masuk ke dalam negeri dan sistem nilai tukar tetap yang
diberlakukan oleh Cina. Aliran modal asing masuk ke Cina melalui berbagai
investasi yang ditanamkan oleh para investor di luar negeri.
Berbagai
kebijakan yang mendukung masuknya penanam modal asing dikeluarkan oleh
pemerintah. Namun seiring berjalannya waktu terjadi perubahan sehingga upah
buruh di Cina yang pada awalnya merupakan daya tarik Cina sebagai negara
industri dengan upah buruh yang sangat murah menjadi berubah. Hal ini pun
menyebabkan menurunnya penerimaan penanaman modal asing dalam bidang manufaktur
pada tahun 2007 selain diakibatkan oleh krisis ekonomi yang melanda Amerika
Serikat. Kedua hal tersebut menyebabkan mulai banyak investor asing yang menutup
usahanya di China karena terbatasnya modal dan tuntutan buruh untuk peningkatan
upah mereka.
DAFTAR
PUSTAKA
Tabloid NewsPonsel edisi 105/Januari 2008/TH.V/08
Yanuar Ikbar, Ekonomi
Politik Internasional 2, 2007. PT. Refika Aditama, Bandung.
Zainurrofiq , 2009, China Negara Raksasa Asia, Rahasia Sukses China
Menguasai Dunia, Yogyakarta: Arruz Media Group,
1st edition.
David Balaam and Michael Vesseth (2001). Introduction to International
Political Economy. Second Edition. New Jersey: Prentice Hall
Tidak ada komentar:
Posting Komentar