Kamis, 25 Juli 2013

Pengaruh Kebijakan Ekonomi China Terhadap Industri di China



PENDAHULUAN
Perkembangan dunia yang semakin komplek saat ini, kerjasama yang baik dibidang ekonomi, politik, sosial-budaya, maupun pendidikan yang terjadi antarnegara masih sangat diperlukan. Hal ini didorong terutama karena satu negara dengan negara lain saling membutuhkan satu sama lain terutama kerjasama dibidang ekonomi dan politik. Sulit untuk membayangkan dunia tanpa politik dan ekonomi karena kedua aspek tersebut saling bersinggungan satu sama lain dan sering menjadi pokok bahasan penting dalam studi hubungan internasional. Salah satu perkembangan dunia ekonomi politik internasional paska Perang Dunia II adalah kemunculan perusahaan multinasional (MNC). Perusahaan multinasional (MNC) adalah sebuah perusahaan internasional atau transnasional yang berkantor pusat di satu negara tetapi memiliki kantor cabang di baik di negara maju maupun negara berkembang. MNC merupakan aktor baru (non-state) dalam konstelasi internasional yang perkembangannya menarik para scholars dalam hubungan internasional untuk menelitinya[1]
PEMBAHASAN
A.    REFORMASI PEREKONOMIAN CHINA
            Sejak kematian Mao Zhe Dong pada tahun 1976. Kepemimpinan China kemudian dipegang Deng Xiaoping. Pada masa kepemimpinannya, Deng Xiaoping melakukan kebijakan reformasi melalui sistem tanggung jawab (Zerenzhi) atau “household-responsibility system”. Dalam sistem ini setiap pekerja petani tidak lagi bekerja bersama dalam sebuah komune, melainkan melakukan perjanjian dengan pemerintah administratif setempat untuk mengerjakan sebidang tanah tanah dan mendapatkan keuntungan langsung. Perlahan, tapi pasti, perekonomian Cina mengalami peningkatan. Tahun 1982 saja, Pendapatan petani di Cina mengalami kenaikan sebesar 6,6 persen setahun.
            Kebijakan reformasi Deng tersebut membuat perekonomian Cina akhirnya berkembang pesat dari tahun ke tahun. Pada tahun 1978-1995, GDP Cina tumbuh 8 persen. Begitu pula dengan tahun berikutnya yang berkembang begitu pesat. Kemudian, pada tahun 2001 Cina masuk sebagai anggota WTO. Sejak Cina menjadi anggota WTO perekonomian Cina semakin tumbuh dan berkembang pesat. Selain itu, pada periode 1978-2008 saja, ekonomi Cina tumbuh mencapai 9,5 % yang membawa Cina menduduki posisi nomor dua negara dengan ekonomi terkuat di dunia setelah Amerika Serikat. Bahkan, sejak tahun 2010 kemarin cadangan devisa Cina menempati posisi nomor satu terbesar di dunia mengalahkan Amerika Serikat. Kemajuan perekonomian Cina saat ini tidak lepas dari reformasi ekonomi yang dilakukan pada masa Deng Xiaoping tersebut. Deng membawa Cina ke dalam reformasi ekonomi yang lebih berorientasi pada pasar (kapitalis) dengan tetap mempertahankan sistem pemerintahan komunisnya. Saat ini, Cina muncul sebagai negara super power baru yang dapat menandingi hegemoni Amerika Serikat.
B.  Perusahaan-perusahaan MNC di Cina
1.         Industri Otomotif di Cina
                        Sejak akhir tahun 2008, Cina telah menjadi pasar otomotif terbesar di dunia Industri mobil di Cina mengalami perkembangan yang sangat pesat sejak tahun 1990-an. Pada tahun 2009, China memproduksi 13,79 juta kendaraan, dimana 8 juta di antaranya adalah kendaraan penumpang (sedanSUVMPV dan Crossover), dan 3,41 juta unit di antaranya adalah kendaraan komersial (bustruk, dan traktor). Diantara semua mobil yang diproduksi itu, 44.3%-nya adalah merek lokal (BYDLifanChang'an (Chana)Geely,CheryHafeiJianghuai (JAC)Great Wall, dan Roewe), dan sisanya adalah mobil-mobil yang diproduksi secara joint ventura dengan pabrikan asing             seperti VolkswagenMitsubishiGeneralMotorsHyundaiNissanHondaToyota.                                    Kebanyakan mobil yang diproduksi di Cina terjual di Cina sendiri, dengan hanya 369.600 unit mobil saja yang diekspor tahun 2009. Jumlah produksi mobil di China mencapai angka satu juta unit pertama kali tahun 1992. Pada tahun 2000, China sudah memproduksi lebih dari 2 juta unit kendaraan.
                        Setelah China masuk menjadi anggota World Trade Organization (WTO) pada tahun 2001, perkembangan industri otomotif disana semakin meningkat dengan cepat. Antara tahun 2002 dan 2007, angka penjualan kendaraan di China tumbuh rata-rata 21 persen per tahun, atau bertambah sekitar satu juta unit kendaraan per tahunnya. Pada tahun 2006, angka kapasitas produksi kendaraan mencapai tujuh juta unit, dan pada tahun 2007, China bisa memproduksi lebih dari 8 juta mobil. Pada tahun 2009, 13,759 juta unit kendaraan bermotor diproduksi di China, dan melewati Amerika Serikat sebagai pasar kendaraan terbesar di dunia. Pada tahun 2010, angka penjualan mobil di China menembus 18 juta unit, dengan 13,76 juta di antaranya sudah diantarkan ke konsumen.                               
Jumlah mobil, bus, van, dan truk yang terdaftar di China mencapai angka 62 juta unit pada tahun 2009, dan mungkin akan meningkat menjadi 200 juta unit pada tahun 2020. Konsultan McKinsey & Company memberikan estimasi bahwa pasar mobil di China akan meningkat sepuluh kali lipat antara tahun 2005 dan 2030. Grup industri otomotif nasional China adalah Asosiasi Produsen Mobil China (China Association of Automobile Manufacturers). Ketika membatasi impor, Cina juga mencoba meningkatkan produksi lokalnya dengan membuat perusahaan joint ventura. Tahun 1983, American Motors Corporation (AMC, nantinya diakuisisi oleh Chrysler Corporation) menandatangani kontrak 20 tahun untuk memproduksi kendaraan Jeep mereka di Beijing.
2.         Industri Handphone di Cina
Data yang didapatkan NewsPonsel menguatkan pernyataan dari Dominikus. Sebut saja Nokia 8800 yang diproduksi oleh Lamax Group Co. Ltd yang terletak di Guandong, China. Ponsel Nokia N73&93 juga diproduksi di provinsi Guandong, tepatnya di kota Shenzhen. Begitu juga dengan Nokia N70, 6680 dan 6630 dibuat oleh Potasen (HK) Technology Limited. Ponsel yang diproduksi di China ini juga di ekspor ke Amerika, Inggris, Jerman, Perancis, Italia, Yordania, Australia, Kanada dan Swedia.
            Shenzhen Daily menyatakan bahwa jumlah ponsel yang di produksi secara global mencapai 780 juta ponsel. Nah, produksi ponsel di China dengan berbagai merek mencapai 300 juta ponsel. Ini artinya hampir setengah produksi ponsel dunia dilakukan di China. 
Di China sendiri terdapat 17 perusahaan, sudah ada 54 perusahaan dari Negara asing mendapat lisensi untuk memproduksi ponsel dan membuat pabrik di Shenzhen. Tiga vendor terkemuka di dunia; Nokia, Motorola dan Samsung telah melakukan assembling produk mereka di Shenzen.
C.    Kebijakan Ekonomi Luar Negeri Cina
Munculnya China sebagai kekuatan ekonomi baru didunia tidak lepas dari peran Deng Xiaoping yang dituangkan dalam kebijakan politik dan ekonominya. China sendiri memiliki kebijakan ekonomi yang berbeda dengan Negara lain. Kebijakan ekonomi China menitik beratkan pada promosi dan dukungan yang besar terhadap investasi asing, namun begitu pemerintah tetap memegang kendali atas sektor moneter dan fiskal dengan sistem politik tetap otoriter. Keputusan kongres nasional partai komunis Cina ke 14 pada bulan September 1992 silam, menetapkan mulai dianutnya sistem ekonomi pasar sosialis dengan melakukan reformasi disektor keuangan, investasi, dan perdagangan.
Profesor Zainuddin Djafar dalam bukunya yang berjudul “Indonesia, ASEAN dan dinamika Asia Timur” memaparkan bahwa ada Sembilan kebijakan besar atau yang disebut sebagai The Main Grand Economics Design yang ditekankan oleh Deng Xiaoping. Yaitu:
1. Pengurangan anggaran militer,
2. Subordinasi geopolitik terhadap pertumbuhan ekonomi,
3. Ketergantungan strategis pada Amerika Serikat,
4. Subordinasi ideologi pragmatisme ekonomi,
5. Besar subordinasi politik ke ekonomi,
6. Penerimaan perusahaan asing
7. Ekonomi yang semakin berorientasi pasar,
8. Dorongan persaingan ekonomi domestik,
9. Gambaran ekonomi dan sosial yang berwawasan luar.
D.    Pengaruh Kebijakan Ekonomi China Terhadap Industri di China
Dalam sebuah jurnal berjudul China’s Foreign Economic Relations, Guocang Huan (2009) menemukan ada empat faktor yang mempengaruhi hubungan ekonomi luar negeri China sejak Juni 1989, yakni:
Pertama, kekacauan politik dan ketidakstabilannya memiliki dampak yang sangat kuat terhadap kebijakan ekonomi yang diambil.
Kedua adalah kebijakan ekonomi luar negeri Cina yang terdesak oleh kebijakan luar negeri Barat, politik pintu terbuka, mempengaruhi proses transformasi kebijakan ekonomi luar negeri Beijing.
Ketiga, penundaan pelaksanaan beberapa program ekonomi oleh pemerintah Cina di pertengahan tahun 1988. Beberapa program yang tertunda antara lain reformasi harga, deregulasi kepemilikan saham dan reformasi keuangan.
Keempat adalah pengaruh ekonomi Cina terhadap ekonomi Negara-negara yang bekerja sama dengan Cina.
Perekonomian Cina yang maju telah mempengaruhi perekonomian negara lain seperti Amerika Serikat. Hal ini menimbulkan interdependensi di antara kedua negara. Interdependensi dalam kerjasama sektor finansial dan ekonomi menjadikan Cina sebagai kutub baru yang dijadikan negara-negara berkembang sebagai tumpuan harapan. Cina dalam hal ini memiliki posisi yang unik. Di satu sisi, Cina digolongkan sebagai negara berkembang, sehingga segala upaya pendekatan Cina ke negara-negara berkembang relatif lebih mudah. Hal ini dikarenakan Cina dapat memainkan perannya atas nama solidaritas negara-negara berkembang. Dengan ini Cina dapat memperluas pengaruh dan perannya terhadap kerjasama-kerjasama yang melibatkan negara-negara berkembang. Di lain sisi, kapabilitas dan kemampuan ekonomi Cina mampu menyaingi kekuatan dan dominasi negara-negara maju, sehingga dalam konteks ini, Cina dapat dimasukkan ke dalam lingkaran pengaruh negara-negara maju. Hal ini dapat mendatangkan keuntungan, dimana Negara-negara maju juga memerlukan peran Cina dalam kerjasama-kerjasama mereka.
Zhi Wang (2003) dalam jurnalnya yang berjudul The Impact of China’s WTO Accession on Patterns of World Trade menerangkan bahwa masuknya Cina ke WTO akan mempunyai dampak yang besar terhadap ekspor intensif tenaga kerja di dunia dan pasar impor komoditas utama pertanian. Cina akan meningkatkan impor pertanian intensif lahan secara signifikan, sahamnya dalam total impor dunia pun akan meningkat dua kali lipat. Di samping itu, kerjasama dengan WTO juga mempercepat dan melancarkan penyesuaian struktur ekonomi, pertanian dan industri dengan perdagangan internasional. Maka sesuai dengan komitmennya saat masuk WTO pada 11 Desember 2001, Cina melanjutkan liberalisasi perdagangannya secara bertahap dengan mengurangi tarif impor serta melonggarkan persyaratan lisensi dan tingkat kuota impor, dimana ketiganya akan dihapuskan sepenuhnya dalam waktu lima tahun setelah Cina masuk WTO.   Dalam jurnal ini[2] dikatakan bahwa meskipun Cina masuk ke dalam WTO, namun kebijakan perdagangan yang diambil tidak sepenuhnya mempertimbangkan aspek-aspek yang berkaitan dengan WTO seperti pengurangan hambatan investasi, perlindungan hak-hak intelektual, menjaga keseimbangan pasar, dan masih ada beberapa lainnya. Dengan demikian, kendatipun Cina telah menjadi anggota WTO, akan tetapi masih banyak masalah yang harus diselesaikan terutama yang menyangkut perdagangan. Dengan keanggotaannya di WTO Cina berhak menentukan untuk melakukan reformasi sesuai dengan peranannya dalam masyarakat internasional, mulai dari perbaikan jangkauan pasar (penurunan biaya masuk atas produk manufaktur dari luar, distribusi dan sebagainya) serta penerapan hak intelektual demi peningkatan daya saing Cina. Hal itu juga memberikan kesempatan bagi Cina dan negara-negara di Asia Pasifik serta Amerika Serikat agar ikut berperan aktif dalam kegiatan perdagangan internasional yang memberikan kontribusi bersama.
Cina memfokuskan kebijakan perekonomiannya dengan membuka kebijakan industrialisasi bagi investasi asing, meningkatkan hubungan dagang dengan Amerika Serikat melalui peningkatan ekspor, perluasan pasar serta peran swasta yang semakin luas, menjadikan peluang hubungan kerjasama antara Amerika Serikat dengan Cina lebih harmonis dibandingkan pada masa Perang Dingin. Kebijakan industrialisasi pada masa pemerintahan Hu Jintau juga berdampak pada peningkatan ekspor Cina ke Amerika Serikat ditandai dengan aliran investasi asing (PMA), kuatnya teknologi dalam negeri Cina dengan menggunakan transfer teknologi, dan pertumbuhan ekonomi Cina begitu pesat memberi peluang pada masyarakat swasta untuk berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi tanpa campur tangan dari pemerintah, serta permintaan konsumen dalam negeri Amerika Serikat guna pemenuhan kebutuhannya lebih murah mengimpor komoditas dari Cina.
E.     Dampak positif MNC terhadap perekonomian Cina
Balaam dan Vesseth mengemukakan sedikitnya tiga alasan positif dari keberadaan MNC. Adanya MNC di suatu negara akan membuka lapangan pekerjaan baru dan mengurangi angka pengangguran. Transfer teknologi dan sistem manajemen baru akan diperkenalkan kepada negara tujuan. Hasilnya, adanya peningkatan skill dari tenaga kerja. Dalam konteks MNC di Cina keberadaan MNC jelas memberikan dampak pada tersediannya lapangan kerja baru terutama bagi rakyat Cina sehingga secara otomatis juga mengurasi angka pengangguran di Cina. Selian itu transfer teknologi dan sistem manajemen baru yang diberikan akan berdampak pada peningkatan skill dari tenaga kerja itu sendiri.
2. Keberadaan MNC membangkitkan gairah industri lokal, terutama mereka yang memasok industri mentah ke MNC tersebut. Dalam hal ini jelas terhilat dengan adanya desa-desa indutri yang memang digalakkan oleh pemerintah Cina untuk mendukung gairah pertumbuhan ekonomi Cina melalui kerjasamanya dengan MNC. Itulah sebabnya mengapa Cina mengeluarkan kebijakan kandungan lokal atas suatu produk yang harus mencapai ukuran tertentu sehingga dapat menjaga hubungan ekonomi proses produksi ekonomi. Dengan kebijakan ini, industri lokal akan mampu menghidupi pekerjanya yang akan bermuara pada pertumbuhan ekonomi domestic Cina sekaligus memperbesar networking bisnis mereka melalui kerjasama yang dilakukannya dengan MNC tersebut.
3. MNC di sebuah negara dianggap mampu menambah penghasilan negara dengan adanya pajak insentif yang harus dibayar oleh MNC tersebut. Keberadaan MNC di Cina yang semakin bertambah tiap tahunnya melalui FDI membuat penghasilan Cina meningkat pada tiap tahunnya. Pendapatan Cina yang semakin meningkat ini membuat Cina sebagai negara dengan cadangan devisa terbesar di dunia.
Demikian dampak positif dari keberadaan MNC di Cina, dalam tiga klafisikasi dampak positif tersebut terdapat hubungan interdepensi antara MNC dan pemerintah Cina. Sehingga jalinan integrasi yang terbentuk melalui mekanisme perdagangan bebas dan investasi asing antara Cina dengan MNC tersebut melahirkan suatu hubungan interdepemdensi. Hubungan interdepensi ini berakibat pada semakin kooperatif dan semakin damainya tatanan hubungan internasional terutama dalam hubungan Cina dengan MNC. Sebab baik Cina maupun MNC mendapat keuntungan yang mutual gains serta win-win solutions bagi permasalahan ekonomi keduanya. MNC mendapatkan profitnya secara maksimal sedangkan pemerintah Cina telah menikmati pertumbuhan ekonominya yang berakibat pada meningkatnya kesejahteraan hidup rakyat Cina.


PENUTUP
Cina tidak terlepas dari kebijakan moneter yang dikeluarkan oleh pemerintahnya, yaitu aliran modal yang masuk ke dalam negeri dan sistem nilai tukar tetap yang diberlakukan oleh Cina. Aliran modal asing masuk ke Cina melalui berbagai investasi yang ditanamkan oleh para investor di luar negeri.
Berbagai kebijakan yang mendukung masuknya penanam modal asing dikeluarkan oleh pemerintah. Namun seiring berjalannya waktu terjadi perubahan sehingga upah buruh di Cina yang pada awalnya merupakan daya tarik Cina sebagai negara industri dengan upah buruh yang sangat murah menjadi berubah. Hal ini pun menyebabkan menurunnya penerimaan penanaman modal asing dalam bidang manufaktur pada tahun 2007 selain diakibatkan oleh krisis ekonomi yang melanda Amerika Serikat. Kedua hal tersebut menyebabkan mulai banyak investor asing yang menutup usahanya di China karena terbatasnya modal dan tuntutan buruh untuk peningkatan upah mereka.
DAFTAR PUSTAKA
Tabloid NewsPonsel edisi 105/Januari 2008/TH.V/08 
Yanuar Ikbar, Ekonomi Politik Internasional 2, 2007. PT. Refika Aditama, Bandung.
Zainurrofiq , 2009, China Negara Raksasa Asia, Rahasia Sukses China Menguasai  Dunia, Yogyakarta: Arruz Media Group, 1st edition.
David Balaam and Michael Vesseth (2001). Introduction to International Political Economy. Second Edition. New Jersey: Prentice Hall





[1] Lairson & Skidmore, 2003: 8
[2] Francisca Wijauanti Kusuma Wardhani, FISIP UI, 2010. Universitas Indonesia. 19

Tidak ada komentar:

Posting Komentar